Pendahuluan
Sebagaimana kita ketahui, Negara
Indonesia terlahir sebagai bangsa yang besar, terdiri dari berbagai macam suku,
agama, ras dan budaya, dll. Ya, Indonesia adalah Negara paling heterogen di dunia.
Terdapat 14 (empat belas) etnis utama dan 300 kelompok etnik. Bentang alam
geografis dan topografisnya yang terpisah dan terisolasi dengan satu pulau dan
yang lainnya, ini adalah kondisi yang mendorong bertumbuhnya ciri – ciri suku
bangsa, bahasa dan kebudayaan yang beraneka ragam sesuai dengan wilayahnya
masing-masing.[1]
Kenyataan ini mengantarkan kita kepada sebuah konsep bahwa Indonesia bukan
terbentuk dari satu suku, satu budaya, satu agama, satu ras dan golongan namun
justru Indonesia terbentuk dari keberagaman/keperbedaan. Pemahaman inilah yang
membawa kita kepada sebuah istilah yang sering kita dengar dan temui dalam
kehidupan masyarakat, bangsa dan Negara yaitu Negara kita Indonesia merupakan
Negara yang Pluralis. Kata Pluralis atau
dalam tema pada kesempatan ini menyebutkan pluralitas, sebenarnya apa itu? Apa
bedanya dengan pluralisme? Atau dalam bahasa yang lebih keren, barang macam apakah
itu? Apakah artinya keperbedaan yang mungkin terlintas dalam pikiran kita
ketika mendengarnya. Tulisan singkat sebagai pengantar diskusi kita pada saat
ini hendak menguraikan 2 (dua) hal yaitu: apakah pluralitas dan pluralisme itu
dan bagaimana landasan yuridisnya? Bagaimana pluralitas/pluralisme agama dalam
perspektif iman Kristen?
Apakah
Pluralitas dan Pluralisme itu dan Bagaimana Landasan Yuridisnya?
Kata pluralitas, dalam KBBI ada 2 kata
yang ditemukan yaitu Plural dan Pluralis. Plural memiliki makna: jamak; lebih
dari satu. Pluralis memiliki makna: bersifat jamak (banyak). Dalam kamus hukum,
terdapat kata Pluralistis yang bermakna: memiliki sifat majemuk. Istilah
pluralitas juga bermakna kenyataan atau fakta bahwa terdapat keanekaragaman. Selanjutnya
istilah Pluralisme berasal dari dua kata, yaitu kata “plural” yang bermakna:
jamak/lebih dari satu macam/tidak seragam, dan kata “isme” yang bermakna:
paham/ajaran/keyakinan. Jadi Pluralisme dapat dipahami sebagai suatu
paham/ajaran/keyakinan yang menerima keanekaragaman sebagai suatu
fakta/realitas. Dalam kamus hukum juga terdapat istilah Pluralisme yang bermakna
suatu keadaan masyarakat yang majemuk yang bersangkutan dengan sistem sosial
dan politiknya;
Dengan demikian kita dapat memahami
batasan mengenai Pluralitas dan Pluralisme, bahwa Pluralitas bermakna memiliki
sifat kemajemukan/terdapat keanekaragaman. Misalnya terdapat keanekaragaman
suku bangsa, bahasa, ras, budaya, agama, dll. Sedangkan Pluralisme di pahami sebagai suatu paham
/ajaran/keyakinan yang menerima dan mengakui keanekaragaman/kemajemukan sebagai
fakta/realitas.
Pluralisme
di mata para tokoh-tokoh Agama, antara lain:[2]
·
KH. Abdurrahman Wahid:
“Tempat
agama, adalah pencarian batas-batas kepantasan hidup sebagai sebuah bangsa,
sehingga pluralitas setinggi apapun kalau tetap dalam batas-batas kepantasan
maka tidak ada masalah.”
·
Romo Benny Susetyo:
“Pluralisme
adalah sebuah tempat dimana ada warna-warni dalam sebuah bangsa. Plural itu
tidak satu, tidak seragam, tetapi keanekaragaman dalam budaya, agama, dan
kepercayaan. Sejak awal manusia itu diciptakan dalam keberbedaan. Justru yang
berbeda itu yang membuat antar manusia bisa berkomunikasi, jika tidak berbeda,
tidak ada komunikasi”.
·
Ir Budi S. Tanuwibowo:
Sebuah
Faham yang meyakini adanya keberagaman, kemajemukan, heterogenitas,
kebhinekaan. Kita tidak tahu dan tidak dapat memilih kita dilahirkan sebagai
rasa apa, warga Negara mana, tentu dalam hal ini kita harus merayakan perbedaan
dengan toleransi.
·
Bernadete N. Setiadi:
Pluralisme
berarti mengakui adanya perbedaan, ada toleransi, ada penghargaan terhadap
kelompok lain, sehingga dimungkinkan untuk hidup bersama tanpa adanya konflik
tapi juga tanpa adanya suatu paksaan dari satu pihak ke pihak lain”.
Landasan
Yuridis Pluralitas dan/Pluralisme di Indonesia dalam UUD N RI Tahun 1945[3]
·
Pasal 18 B
·
Ayat 2. Negara mengakui dan menghormati
kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya
sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip
Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang diatur dalam undang-undang.
·
Pasal 28 E
Ayat 1. Setiap orang bebas memeluk agama
dan beribadat menurut agamanya, memilih pendidikan dan pengajaran, memilih
pekerjaan, memilih kewarganegaraan, memilih tempat tinggal di wilayah negara
dan meninggalkannya, serta berhak kembali.
Ayat 2. Setiap orang berhak atas
kebebasan meyakini kepercayaan, menyatakan pikiran dan sikap, sesuai dengan hati
nuraninya.
·
Pasal 28 I
Ayat 2. Setiap orang berhak bebas dari
perlakuan yang bersifat diskriminatif atas dasar apa pun dan berhak mendapatkan
perlindungan terhadap perlakuan yang bersifat diskriminatif itu.
Ayat 3. Identitas budaya dan hak
masyarakat tradisional dihormati selaras dengan perkembangan zaman dan peradaban.
·
Pasal 29
Ayat 1. Negara berdasar atas Ketuhanan
Yang Maha Esa.
Ayat 2. Negara menjamin kemerdekaan
tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat
menurut agamanya dan kepercayaannya itu.
·
Pasal 32
Ayat 1. Negara memajukan kebudayaan
nasional Indonesia di tengah peradaban dunia dengan menjamin kebebasan
masyarakat dalam memelihara dan mengembangkan nilai-nilai budayanya.
Ayat 2. Negara menghormati dan memelihara
bahasa daerah sebagai kekayaan budaya nasional
Penjaga dan Pengikat
Pluralitas dan/Pluralisme di Indonesia antara lain:
1. Pancasila
sebagai Dasar Negara/Ideologi Bangsa Indonesia
2. UUD
N RI Tahun 1945 sebagai Konstitusi Negara Indonesia
3. Semboyan
Bangsa Indonesia “Bhineka Tunggal Ika”
4. Negara
Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)
Bagaimana
pluralitas/pluralisme agama dalam perspektif iman Kristen?
Pluralisme agama merupakan sebuah konsep yang
memiliki arti yang luas, menyangkut dengan penerimaan terhadap agama-agama yang berbeda, serta digunakan dalam cara yang berbeda-beda pula:[4]
1) merupakan gagasan dunia yang mengatakan bahwa
agama yang dianut seseorang bukanlah sumber satu-satunya yang ekslusif bagi
kebenaran dan di dalam agama-agama lain bisa ditemukan setidaknya sebuah
kebenaran.
2) menerima konsep bahwa dua atau lebih agama
yang sama-sama mempunyai klaim-klaim kebenaran ekslusif sama-sama sahih.
Pendapat ini sering menekankan aspek-aspek bersama yang terdapat dalam
agama-agama.
3) sering digunakan sebagai sinonim untuk
ekumenisme yaitu upaya mempromosikan suatu tingkat kesatuan, kerjasama dan
pemahaman yang lebih baik antar agama atau berbagai aliran dalam satu agama.
4) sebagai persamaan untuk toleransi agama.
Pluralisme agama juga bisa kita maknai dalam 3 kategori
antara lain:[5] Pertama,
kategori sosial. Dalam pengertian ini,
pluralisme agama dimaknai ”semua agama berhak untuk ada dan hidup”. Secara
sosial, kita harus belajar untuk toleran dan bahkan menghormati iman atau
kepercayaan dari penganut agama lainnya. Kedua, kategori etika dan moral. Pluralisme agama berarti bahwa ”semua pandangan
moral dari masing-masing agama bersifat relatif dan sah”. Jika kita menganut
pluralisme agama dalam nuansa etis, kita didorong untuk tidak menghakimi
penganut agama lain yang memiliki pandangan moral berbeda, misalnya terhadap
isu pernikahan, aborsi, hukuman gantung, eutanasia, dll. Kategori teologi-filosofi. Yang dimaksud adalah ”agama-agama pada
hakekatnya setara, sama-sama benar dan sama-sama menyelamatkan”.
Pluralisme Agama memang sangat penting dan harus dipahami
dan diwujudkan secara benar dan tepat oleh setiap kita yang merupakan warga
bangsa Indonesia. Sebab, sebagaimana kita ketahui Indonesia merupakan Negara
pluralistik, yang mana di sisi lain
selain merupakan kebanggaan dan kekayaan bagi kita karena kita hidup dalam
keperbedaan suku, agama, ras, antar golongan yang saling melengkapi, mendukung,
menjaga, melindungi dan menghormati serta menjunjung tinggi nilai-nilai
kebersamaan antar sesama. Namun disisi lain dengan keperbedaan ini tak menutup
kemungkinan mengancam keutuhan dan kebersamaan serta dapat menciptakan konflik
antar sesama jika pluralisme agama tidak di pahami dan di wujudkan secara tepat
dan benar. Sebab, pluralisme agama memang simpatik karena ingin mewujudkan
teologi yang terdengar sangat toleran, dalam artian: semua agama sama-sama
benar. Semua agama menyelamatkan. Walau demikian pluralisme agama pada
prinsipnya menyangkali iman Kristen sejati yang kembali pada Alkitab. Kita
harus menolak pandangan bahwa semua agama menuju pada Allah dan semua agama
menyelamatkan. Kaum Nasrani perlu berani mengakui perkataan Tuhan Yesus “Akulah jalan dan kebenaran dan hidup.
Tidak ada seorangpun yang datang kepada Bapa, kalau tidak melalui Aku. Bersikap demikian bukan fanatik atau tidak
memiliki pluralisme agama tetapi bersikap demikian adalah konsisten. kita perlu
menerima pluralisme agama secara sosial, tetapi pluralisme agama dalam kategori
teologi-filosofi harus kita tolak dengan tegas[6]
Penutup
Sebagai warga Negara dan warga kerajaan
sorga, kita hidup di Negara yang Pluralistis, bukan merupakan tantangan dan
ancaman serta musibah bagi kita karena perbedaan yang ada. Tapi justru kita
harus bersyukur dan berterima kasih karena kita diciptakan Tuhan dan
ditempatkan di Indonesia yang terdiri dari beranekaragam suku, agama, ras dan
golongan. Kita ada untuk membangun kerukunan umat beragama dan bertanggungjawab
untuk itu, memelihara perbedaan yang ada, menjunjung tinggi nilai toleransi
tetapi tidak larut di dalamnya sehingga melupakan prinsip-prinsip kekristenan
“katakan ya untuk ya dan katakan tidak untuk tidak. Kita ada untuk menjadi
Garam dan Terang di tengah keperbedaan yang ada.
[1] Keynote Speech
Gubernur Lembaga Ketahanan Nasional RI pada acara Seminar Nasional dan
Brawijaya Publik Lecture Series CCFS 2013 dengan tema “Laman Batas Dalam
Perspektif Ketahanan Budaya” Malang 11 Juni 2013.
[2] Serumpun Bambu: Jalan Menuju Kerukunan
Sejati, Edisi Revisi, Yudharta Advertising Design, 2006 hlm. 72
[3] Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
[4]
http://id.wikipedia.org
[5]
Bedjo, Pluralisme Agama dalam Perspektif
Kristen. Surabaya, 2007 hlm. 1
[6] Ibid
Tidak ada komentar:
Posting Komentar