Cartes
Asbit Rangotwat[1]
I.
Latar Belakang.
Dalam
mewujudkan pemerintahan daerah sebagaimana yang diamanatkan Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD N RI Tahun 1945), pemerintahan daerah
di setiap daerah di Indonesia, yang mengatur dan mengurus sendiri urusan
pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan, tujuannya untuk mempercepat
terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan, pelayanan,
pemberdayaan, dan peran, serta masyarakat, serta peningkatan daya saing daerah
dengan memperhatikan prinsip demokrasi, pemerataan, keadilan, keistimewaan dan
kekhususan suatu daerah dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia;[2]
Negara
Indonesia adalah negara hukum, maka sudah tentu dalam penyelenggaraan
pemerintahaan, baik penyelenggaraan pemerintahan di pusat maupun daerah,
pemerintah dalam hal ini eksekutif maupun legislatif dalam menjalankan tugasnya
senantiasa berlandaskan pada peraturan perundang-undangan yang berlaku, agar
tidak terjadi penyalagunaan kekuasaan (abuse of power) dan semena-mena dalam
bertindak menjalankan tugas dan wewenangnya. Pemerintah daerah dalam
melaksanakan tugas dan wewenangnya telah diatur dalam Undang-undang No 32 Tahun
2004 tentang Pemerintahan daerah melingkupi tugas dan wewenang pemerintah, baik
eksekutif maupun legislatif.
Amanat
Undang-Undang No 32 Tahun 2004 tersebut memberikan keleluasaan bagi
pemerintahan daerah dalam mengurus dan mengatur daerahnya masing-masing sesuai
dengan lingkup tugas dan tanggungjawab sebagaimana dimaksud. Singkat kata,
berdasarkan UU No 32 Tahun 2004 pemerintah daerah dan DPRD diberikan peran dan
tanggungjawab yang besar dalam menentukan arah dan keberhasilan pembangunan
didaerahnya masing-masing. Salah satu instrument pendukung dalam pelaksanaan
tugas dan wewenang pemerintah, khususnya pemerintahan di daerah adalah adanya
Peraturan Perundang-Undangan berupa Undang-Undang, Peraturan Pemerintah,
Peraturan daerah, dll sebagai dasar hukum dalam melaksanakan tugas dan wewenang
tersebut. Dalam makalah ini, penulis mencoba untuk lebih spesifik menyoroti
Peraturan Daerah (PERDA) sebagai salah satu dasar hukum pemerintahan daerah
walaupun kedudukannya paling rendah (menurut pasal 7 UU No 12 Tahun 2011
tentang jenis dan hirarki peraturan perundang-undangan) dalam menentukan dan
mendukung arah pembangunan dan keberhasilan pemerintah daerah untuk
melaksanakan program-program/kebijakan di daerah.
Pada
konteks kekinian, Peraturan daerah tak lepas dari sorotan publik. Mengapa? Ya,
sebagaimana yang telah penulis uraikan di atas bahwa eksistensi Perda memiliki
kedudukan hukum yang begitu sangat penting, kuat dan strategis dan menentukan
arah pembangunan di daerah. Namun, dalam realitasnya masih banyak PERDA yang
dibatalkan oleh Kementerian Dalam Negeri, masih banyak PERDA yang bertentangan
dengan Peraturan diatasnya misalnya Undang-Undang, masih banyak Perda yang
protes/di tolak oleh masyarakat di daerahnya, dll. Hal ini disebabkan karena
PERDA mengalami cacat/bermasalah dari pembentukan PERDA, bisa saja karena dalam
pembentukan belum memenuhi aspek formilnya berupa Proses/tahapan Pembentukan
atau aspek materiilnya berupa materi muatannya (subtansi) belum/tidak terpenuhi.
Berdasarkan latar belakang di atas, maka
melalui makalah ini penulis ingin membahas dan mendiskusikan secara spesifik
apa dan bagaimana pembentukan sebuah PERDA yang memenuhi aspek formil maupun
aspek materiil. Adapun 2 pokok permasalahan dalam makalah ini yang hendak
dibahas dan diskusikan penulis adalah sebagai berikut:
II.
Rumusan Masalah
- Apa yang dimaksudkan dengan Pembentukan PERDA yang Integral dan Partisipatif?
- Bagaimana Pembentukan sebuah PERDA yang Integral dan Partisipatif?
III. Pembahasan
Dalam konteks ini, yang dimaksudkan penulis sebuah pembentukan PERDA yang
integral dan partisipatif adalah secara umum pembentukan PERDA yang integral
adalah pembentukan PERDA yang menyeluruh/utuh baik dari aspek formilnya yaitu berbicara
menyangkut proses/tahapan pembentukan dan aspek materiilnya yaitu berbicara
menyangkut materi muatan (subtansi) dari sebuah produk hukum daerah dalam hal
ini PERDA tersebut harus terpenuhi.
Apa dan bagaimana Pembentukan PERDA yang Integral
dan Partisipatif.
A. Pembentukan
PERDA yang Integral
Kata integral menurut kamus besar bahasa Indonesia
adalah a meliputi seluruh bagian yg lengkap; utuh; sempurna.
Pembentukan sebuah produk hukum daerah dalam hal ini PERDA yang dimaksudkan
penulis disini yaitu PERDA yang integral yaitu pembentukan perda mulai dari
aspek formil meliputi proses/tahapan pembentukan secara prosedural dan formil
sampai kepada pembentukan perda secara materiil meliputi materi muatan
(subtansi) secara menyeluruh/utuh bagian-bagiannya sesuai dengan pembentukan
perundang-undangan yang baik dan memenuhi syarat-syarat peraturan
perundang-undangan yang berlaku. Berbicara menyangkut proses/tahapan
pembentukan sebuah PERDA, menurut Moh. Fadli tahapan pembentukan PERDA ada 3
antara lain:[3]
1. Tahap Pra Legislasi
Tahap pra legislasi sebuah produk hukum daerah yaitu
PERDA di mulai dari perencanaan pembentukan PERDA, persiapan penyusunannya
(pengkajian, penelitian dan penyusunan naskah akademik) selanjutnya mengenai
teknik dan mekanisme penyusunan serta tahap penyusunan PERDA tersebut.
2. Tahap Legislasi
Setelah tahap pra legislasi selesai, maka tahap
selanjutnya adalah Tahap legislasi, meliputi pembahasan Rancangan Peraturan
Daerah (RAPERDA) oleh DPRD (legislatif) dan Kepala Daerah (eksekutif),
sekaligus partisipasi dari publik dan pengujian sahih atas RAPERDA kemudian
pengesahan, penetapan dan pengundangan PERDA tersebut.
3. Tahap Pasca Legislasi
Selanjutnya, sesudah tahap legislasi maka tahap
terakhir dari tahapan pembentukan PERDA yaitu tahap pasca legislasi. Tahap
pasca legislasi meliputi: pendokumentasian, penyebarluasan (termasuk via
eletronik dan penyuluhan) penerapan dan evaluasi.
Dalam
pembentukan peraturan perundang-undangan dalam hal ini RAPERDA, 3 tahap inilah
yang harus dilakukan menyeluruh/utuh sesuai dengan bagian-bagiannya dan RAPERDA
tersebut didasarkan pada Program Legislasi Daerah (PROLEGDA) yang dilaksanakan
oleh sebuah Badan Legislasi Daerah (BALEGDA) yang ada di DPRD, dibentuk oleh
DPRD yang secara khusus mengkordinir dan menangani proses/tahapan pembentukan
legislasi oleh legislatif. Namun, dalam keadaan tertentu dapat dibuat perda
yang belum termuat dalam prolegda karena tuntutan kebutuhan perkembangan zaman
pada saat itu.
Kemudian
dari segi materiil (subtansi) sebuah RAPERDA, menurut Jazim Hamidi[4],
materi muatan Peraturan Daerah, yang penting dan harus diperhatikan serta
dibuat adalah, pertama Landasan
Pembentukan Peraturan Perundang-undangan meliputi: landasan filosofis, landasan
yuridis (landasan yuridis formal & landasan yuridis materiil), landasan politis,
landasan sosiologis, landasan ekologis, dan landasan ekonomis, dsb. Dari segi
sistematika batang tubuh, pilihan sistematika yang baku bagi penuangan ketentuan-ketentuan; adanya definisi
(pengertian umum), menghindari penggunaan kata-kata yang mengandung arti ganda.
Pilihan untuk memasukkan hal-hal yang erat berkaitan dengan satu bab, satu pasal, satu paragraf,
atau satu bagian. Dari segi ragam bahasa, meliputi: perlunya penggunaan
bahasa hukum yang sudah baku (baik pada struktur kalimat, peristilahan, dan
tanda baca).
Membicarakan segi subtansi/materiil, tak lepas dari asas
hukum yang harus terkandung dalam sebuah PERDA. Maka, dalam
perumusan dan pembentukan Peraturan Daerah tersebut perlu dan sangat penting
memuat asas-asas dan prinsip mengenai hal yang diatur dalam Peraturan Daerah
yang dimaksud. Oleh sebab itu, asas-asas pembentukan peraturan
perundang-undangan berupa Undang-undang, Peraturan Pemerintah, Peraturan
Presiden, termasuk Peraturan Daerah harus
dilakukan berdasarkan pada asas Pembentukan Peraturan Perundang-undangan yang
baik dan asas materi muatan peraturan perundang-undangan, yang meliputi:[5]
Asas Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan yang baik antara lain:
a.
kejelasan tujuan;
b.
kelembagaan atau pejabat pembentuk yang tepat;
c. kesesuaian
antara jenis, hierarki, dan materi muatan;
d. dapat
dilaksanakan;
e. kedayagunaan
dan kehasilgunaan;
f. kejelasan
rumusan; dan
g.
keterbukaan.
Materi muatan Peraturan Perundang-undangan harus mencerminkan asas
antara lain:
a.
pengayoman;
b.
kemanusiaan;ne.com
c.
kebangsaan;
d.
kekeluargaan;
e.
kenusantaraan;
f.
bhinneka tunggal ika;
g.
keadilan;
h.
kesamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan;
i.
ketertiban dan kepastian hukum; dan/atau
j. keseimbangan, keserasian, dan keselarasan.
B. Pembentukan
PERDA yang Partisipatif.
Kata
partisipasi menurut kamus besar bahasa Indonesia adalah hal turut berperan
serta dalam suatu kegiatan; keikutsertaan. Pengertian yang lain tentang
Partisipasi dan Tahapannya[6]
yaitu. Secara etimologis kata
partisipasi berasal dari bahasa latin “partisipare” artinya mengambil
bagian atau turut serta. Menurut
Talizuduhu Ndraha, partisipasi adalah keterlibatan mental dan emosi seseorang
atau kelompok masyarakat untuk mengambil bagian dalam usaha pencapaian tujuan
bersama dan dalam pertanggungjawabannya. Jadi sebenarnya konsepsi partisipasi itu terkait secara langsung dengan
ide demokrasi dan konsep hukum. Tahapan-tahapan Partisipasi antara lain: partisipasi
dalam proses pembuatan keputusan, partisipasi dalam pelaksanaan, partisipasi dalam pemanfaatan hasil, dan partisipasi
dalam evaluasi.
Pembentukan sebuah produk hukum
daerah dalam hal ini PERDA yang dimaksudkan penulis disini yaitu Pembentukan
PERDA yang partisipatif yaitu dalam proses pembentukan perda yang mana
masyarakat secara umum, contohnnya melibatkan Perguruan Tinggi (PT), Lembaga
Swadaya Masyarakat (LSM), dan Organisasi Kemasyarakatan/keagamaan untuk ikut
berpartisipasi dan pembentukan Perda tersebut yaitu tahap Pra Legislasi, tahap
Legislasi dan tahap Pasca Legislasi. Perda yang baik adalah perda yang memenuhi
tuntutan perkembangan masyarakat dan di terima oleh masyarakat sehingga
diharapkan PERDA tersebut dapat dilaksanakan sebagaimana mestinya dalam
mewujudkan masyarakat yang adil, aman, sejahtera dan tenteram.
IV. Penutup
Menggagas Perda
yang Integral dan Partisipatif adalah penting dan harus. Perda yang Integral
dan Partisipatif adalah solusi untuk mengatasi problematika tentang Pelaksanaan
Fungsi BALEGDA di DPRD (legislatif) maupun bagian/biro hukum di lingkungan
pemerintah daerah (eksekutif) dalam menciptakan Produk Hukum Daerah dalam hal
ini PERDA. Dikarenakan sampai saat ini belum maksimalnya peran, fungsi Balegda dan
bagian/biro hukum di PEMDA sehingga mengakibatkan PERDA yang dihasilkan masih
jauh dari sebuah Peraturan perundang-undangan yang baik. Oleh sebab itu, menggagas
PERDA yang integral dan partisipatif perlu menjadi perhatian serius pemerintah
daerah dan DPRD.
[1] Mahasiswa Magister Ilmu Hukum
Konsentrasi Hukum Penyelenggaraan Negara Angkatan 2012, sedang menempuh mata
kuliah Perancangan PERDA di semester 2.
[2]
Landasan Filosofi Undang-Undang No 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah
[3] Moh. Fadli, Reformulasi Tahap Pembentukan Undang-Undang dan Peraturan Daerah,
PPT materi kuliah Perancangan Peraturan Daerah semester 2 konsentrasi Hukum
Tata Negara Magister Ilmu Hukum Program Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas
Brawijaya.
[4] Jazim Hamidi, Prinsip-prinsip pembentukan PERDA yang baik,
PPT materi kuliah Teori Perancangan Peraturan Perundang-Undangan semester 2
konsentrasi Hukum Tata Negara Magister Ilmu Hukum Program Pascasarjana Fakultas
Hukum Universitas Brawijaya.
[5] Pasal 5 – 6 Undang-Undang No 12
Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan.
[6] Jazim Hamidi, Partisipasi Masyarakat dalam Pembentukan
PERDA dan Beberapa Masalahnya, PPT materi kuliah Teori Perancangan
Peraturan Perundang-Undangan semester 2 konsentrasi Hukum Tata Negara Magister
Ilmu Hukum Program Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas Brawijaya.