Selasa, 21 Mei 2013

MENGGAGAS PERDA YANG INTEGRAL DAN PARTISIPATIF


Cartes Asbit Rangotwat[1]

I.          Latar Belakang.
            Dalam mewujudkan pemerintahan daerah sebagaimana yang diamanatkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD N RI Tahun 1945), pemerintahan daerah di setiap daerah di Indonesia, yang mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan, tujuannya untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan, pelayanan, pemberdayaan, dan peran, serta masyarakat, serta peningkatan daya saing daerah dengan memperhatikan prinsip demokrasi, pemerataan, keadilan, keistimewaan dan kekhususan suatu daerah dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia;[2]
            Negara Indonesia adalah negara hukum, maka sudah tentu dalam penyelenggaraan pemerintahaan, baik penyelenggaraan pemerintahan di pusat maupun daerah, pemerintah dalam hal ini eksekutif maupun legislatif dalam menjalankan tugasnya senantiasa berlandaskan pada peraturan perundang-undangan yang berlaku, agar tidak terjadi penyalagunaan kekuasaan (abuse of power) dan semena-mena dalam bertindak menjalankan tugas dan wewenangnya. Pemerintah daerah dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya telah diatur dalam Undang-undang No 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan daerah melingkupi tugas dan wewenang pemerintah, baik eksekutif maupun legislatif.
            Amanat Undang-Undang No 32 Tahun 2004 tersebut memberikan keleluasaan bagi pemerintahan daerah dalam mengurus dan mengatur daerahnya masing-masing sesuai dengan lingkup tugas dan tanggungjawab sebagaimana dimaksud. Singkat kata, berdasarkan UU No 32 Tahun 2004 pemerintah daerah dan DPRD diberikan peran dan tanggungjawab yang besar dalam menentukan arah dan keberhasilan pembangunan didaerahnya masing-masing. Salah satu instrument pendukung dalam pelaksanaan tugas dan wewenang pemerintah, khususnya pemerintahan di daerah adalah adanya Peraturan Perundang-Undangan berupa Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, Peraturan daerah, dll sebagai dasar hukum dalam melaksanakan tugas dan wewenang tersebut. Dalam makalah ini, penulis mencoba untuk lebih spesifik menyoroti Peraturan Daerah (PERDA) sebagai salah satu dasar hukum pemerintahan daerah walaupun kedudukannya paling rendah (menurut pasal 7 UU No 12 Tahun 2011 tentang jenis dan hirarki peraturan perundang-undangan) dalam menentukan dan mendukung arah pembangunan dan keberhasilan pemerintah daerah untuk melaksanakan program-program/kebijakan di daerah.
            Pada konteks kekinian, Peraturan daerah tak lepas dari sorotan publik. Mengapa? Ya, sebagaimana yang telah penulis uraikan di atas bahwa eksistensi Perda memiliki kedudukan hukum yang begitu sangat penting, kuat dan strategis dan menentukan arah pembangunan di daerah. Namun, dalam realitasnya masih banyak PERDA yang dibatalkan oleh Kementerian Dalam Negeri, masih banyak PERDA yang bertentangan dengan Peraturan diatasnya misalnya Undang-Undang, masih banyak Perda yang protes/di tolak oleh masyarakat di daerahnya, dll. Hal ini disebabkan karena PERDA mengalami cacat/bermasalah dari pembentukan PERDA, bisa saja karena dalam pembentukan belum memenuhi aspek formilnya berupa Proses/tahapan Pembentukan atau aspek materiilnya berupa materi muatannya (subtansi) belum/tidak terpenuhi. Berdasarkan latar belakang di atas, maka melalui makalah ini penulis ingin membahas dan mendiskusikan secara spesifik apa dan bagaimana pembentukan sebuah PERDA yang memenuhi aspek formil maupun aspek materiil. Adapun 2 pokok permasalahan dalam makalah ini yang hendak dibahas dan diskusikan penulis adalah sebagai berikut:  
 
II.        Rumusan Masalah
  1. Apa yang dimaksudkan dengan Pembentukan PERDA yang Integral dan Partisipatif?
  2. Bagaimana Pembentukan sebuah PERDA yang Integral dan Partisipatif?
      III.       Pembahasan
Dalam konteks ini, yang dimaksudkan penulis sebuah pembentukan PERDA yang integral dan partisipatif adalah secara umum pembentukan PERDA yang integral adalah pembentukan PERDA yang menyeluruh/utuh baik dari aspek formilnya yaitu berbicara menyangkut proses/tahapan pembentukan dan aspek materiilnya yaitu berbicara menyangkut materi muatan (subtansi) dari sebuah produk hukum daerah dalam hal ini PERDA tersebut harus terpenuhi.

Apa dan bagaimana Pembentukan PERDA yang Integral dan Partisipatif.
A. Pembentukan PERDA yang Integral
Kata integral menurut kamus besar bahasa Indonesia adalah a meliputi seluruh bagian yg lengkap; utuh; sempurna. Pembentukan sebuah produk hukum daerah dalam hal ini PERDA yang dimaksudkan penulis disini yaitu PERDA yang integral yaitu pembentukan perda mulai dari aspek formil meliputi proses/tahapan pembentukan secara prosedural dan formil sampai kepada pembentukan perda secara materiil meliputi materi muatan (subtansi) secara menyeluruh/utuh bagian-bagiannya sesuai dengan pembentukan perundang-undangan yang baik dan memenuhi syarat-syarat peraturan perundang-undangan yang berlaku. Berbicara menyangkut proses/tahapan pembentukan sebuah PERDA, menurut Moh. Fadli tahapan pembentukan PERDA ada 3 antara lain:[3]
1. Tahap Pra Legislasi
Tahap pra legislasi sebuah produk hukum daerah yaitu PERDA di mulai dari perencanaan pembentukan PERDA, persiapan penyusunannya (pengkajian, penelitian dan penyusunan naskah akademik) selanjutnya mengenai teknik dan mekanisme penyusunan serta tahap penyusunan PERDA tersebut.
2. Tahap Legislasi
Setelah tahap pra legislasi selesai, maka tahap selanjutnya adalah Tahap legislasi, meliputi pembahasan Rancangan Peraturan Daerah (RAPERDA) oleh DPRD (legislatif) dan Kepala Daerah (eksekutif), sekaligus partisipasi dari publik dan pengujian sahih atas RAPERDA kemudian pengesahan, penetapan dan pengundangan PERDA tersebut.
3. Tahap Pasca Legislasi
Selanjutnya, sesudah tahap legislasi maka tahap terakhir dari tahapan pembentukan PERDA yaitu tahap pasca legislasi. Tahap pasca legislasi meliputi: pendokumentasian, penyebarluasan (termasuk via eletronik dan penyuluhan) penerapan dan evaluasi.
            Dalam pembentukan peraturan perundang-undangan dalam hal ini RAPERDA, 3 tahap inilah yang harus dilakukan menyeluruh/utuh sesuai dengan bagian-bagiannya dan RAPERDA tersebut didasarkan pada Program Legislasi Daerah (PROLEGDA) yang dilaksanakan oleh sebuah Badan Legislasi Daerah (BALEGDA) yang ada di DPRD, dibentuk oleh DPRD yang secara khusus mengkordinir dan menangani proses/tahapan pembentukan legislasi oleh legislatif. Namun, dalam keadaan tertentu dapat dibuat perda yang belum termuat dalam prolegda karena tuntutan kebutuhan perkembangan zaman pada saat itu.
            Kemudian dari segi materiil (subtansi) sebuah RAPERDA, menurut Jazim Hamidi[4], materi muatan Peraturan Daerah, yang penting dan harus diperhatikan serta dibuat adalah, pertama Landasan Pembentukan Peraturan Perundang-undangan meliputi: landasan filosofis, landasan yuridis (landasan yuridis formal & landasan yuridis materiil), landasan politis, landasan sosiologis, landasan ekologis, dan landasan ekonomis, dsb. Dari segi sistematika batang tubuh, pilihan sistematika yang baku bagi penuangan  ketentuan-ketentuan; adanya definisi (pengertian umum), menghindari penggunaan kata-kata yang mengandung arti ganda. Pilihan untuk memasukkan hal-hal yang erat berkaitan  dengan satu bab, satu pasal, satu paragraf, atau satu bagian. Dari segi ragam bahasa, meliputi: perlunya penggunaan bahasa hukum yang sudah baku (baik pada struktur kalimat, peristilahan, dan tanda baca).
            Membicarakan segi subtansi/materiil, tak lepas dari asas hukum yang harus terkandung dalam sebuah PERDA. Maka, dalam perumusan dan pembentukan Peraturan Daerah tersebut perlu dan sangat penting memuat asas-asas dan prinsip mengenai hal yang diatur dalam Peraturan Daerah yang dimaksud. Oleh sebab itu, asas-asas pembentukan peraturan perundang-undangan berupa Undang-undang, Peraturan Pemerintah, Peraturan Presiden, termasuk Peraturan Daerah harus dilakukan berdasarkan pada asas Pembentukan Peraturan Perundang-undangan yang baik dan asas materi muatan peraturan perundang-undangan, yang meliputi:[5]
Asas Pembentukan Peraturan Perundang-undangan yang baik antara lain:
a. kejelasan tujuan;
b. kelembagaan atau pejabat pembentuk yang tepat;
c. kesesuaian antara jenis, hierarki, dan materi muatan;
d. dapat dilaksanakan;
e. kedayagunaan dan kehasilgunaan;
f. kejelasan rumusan; dan
g. keterbukaan.
Materi muatan Peraturan Perundang-undangan harus mencerminkan asas antara lain:
a. pengayoman;
b. kemanusiaan;ne.com
c. kebangsaan;
d. kekeluargaan;
e. kenusantaraan;
f. bhinneka tunggal ika;
g. keadilan;
h. kesamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan;
i. ketertiban dan kepastian hukum; dan/atau
j. keseimbangan, keserasian, dan keselarasan.

B. Pembentukan PERDA yang Partisipatif.
Kata partisipasi menurut kamus besar bahasa Indonesia adalah hal turut berperan serta dalam suatu kegiatan; keikutsertaan. Pengertian yang lain tentang Partisipasi dan Tahapannya[6] yaitu. Secara etimologis kata partisipasi berasal dari bahasa latin “partisipare” artinya mengambil bagian atau turut serta. Menurut Talizuduhu Ndraha, partisipasi adalah keterlibatan mental dan emosi seseorang atau kelompok masyarakat untuk mengambil bagian dalam usaha pencapaian tujuan bersama dan dalam pertanggungjawabannya. Jadi sebenarnya konsepsi partisipasi itu terkait secara langsung dengan ide demokrasi dan konsep hukum. Tahapan-tahapan Partisipasi antara lain: partisipasi dalam proses pembuatan keputusan, partisipasi dalam pelaksanaan, partisipasi dalam pemanfaatan hasil, dan partisipasi dalam evaluasi.
            Pembentukan sebuah produk hukum daerah dalam hal ini PERDA yang dimaksudkan penulis disini yaitu Pembentukan PERDA yang partisipatif yaitu dalam proses pembentukan perda yang mana masyarakat secara umum, contohnnya melibatkan Perguruan Tinggi (PT), Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), dan Organisasi Kemasyarakatan/keagamaan untuk ikut berpartisipasi dan pembentukan Perda tersebut yaitu tahap Pra Legislasi, tahap Legislasi dan tahap Pasca Legislasi. Perda yang baik adalah perda yang memenuhi tuntutan perkembangan masyarakat dan di terima oleh masyarakat sehingga diharapkan PERDA tersebut dapat dilaksanakan sebagaimana mestinya dalam mewujudkan masyarakat yang adil, aman, sejahtera dan tenteram.

IV.       Penutup
Menggagas Perda yang Integral dan Partisipatif adalah penting dan harus. Perda yang Integral dan Partisipatif adalah solusi untuk mengatasi problematika tentang Pelaksanaan Fungsi BALEGDA di DPRD (legislatif) maupun bagian/biro hukum di lingkungan pemerintah daerah (eksekutif) dalam menciptakan Produk Hukum Daerah dalam hal ini PERDA. Dikarenakan sampai saat ini belum maksimalnya peran, fungsi Balegda dan bagian/biro hukum di PEMDA sehingga mengakibatkan PERDA yang dihasilkan masih jauh dari sebuah Peraturan perundang-undangan yang baik. Oleh sebab itu, menggagas PERDA yang integral dan partisipatif perlu menjadi perhatian serius pemerintah daerah dan DPRD.



[1] Mahasiswa Magister Ilmu Hukum Konsentrasi Hukum Penyelenggaraan Negara Angkatan 2012, sedang menempuh mata kuliah Perancangan PERDA di semester 2.
[2]  Landasan Filosofi Undang-Undang No 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
[3] Moh. Fadli, Reformulasi Tahap Pembentukan Undang-Undang dan Peraturan Daerah, PPT materi kuliah Perancangan Peraturan Daerah semester 2 konsentrasi Hukum Tata Negara Magister Ilmu Hukum Program Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas Brawijaya.
[4] Jazim Hamidi, Prinsip-prinsip pembentukan PERDA yang baik, PPT materi kuliah Teori Perancangan Peraturan Perundang-Undangan semester 2 konsentrasi Hukum Tata Negara Magister Ilmu Hukum Program Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas Brawijaya.
[5] Pasal 5 – 6 Undang-Undang No 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan.
[6] Jazim Hamidi, Partisipasi Masyarakat dalam Pembentukan PERDA dan Beberapa Masalahnya, PPT materi kuliah Teori Perancangan Peraturan Perundang-Undangan semester 2 konsentrasi Hukum Tata Negara Magister Ilmu Hukum Program Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas Brawijaya.

SISTEM HUKUM MEMPENGARUHI BEKERJANYA HUKUM DI INDONESIA


Sistem Hukum yang mempengaruhi bekerjanya hukum di masyarakat tentu merupakan bagian yang tak terpisahkan dalam Negara hukum. Sistem hukum mempengaruhi penegakan hukum. Oleh sebab itu, dengan melihat, mengalami dan merasakan proses penegakan hukum di negeri kita Indonesia yang carut-marut dan masih jauh dari harapan ideal Cita Negara Hukum, maka perlu adanya perbaikan terhadap sistem hukum di Indonesia. Untuk itu, saya sependapat dengan tema: “Perbaikan Sistem Hukum di Indonesia Sudah Mendesak.” Perlu menjadi prioritas untuk dilakukan.
Tulisan singkat ini hendak mendiskusikan 2 hal. Kesatu, apa sistem hukum itu? Kedua, bagaimana membangun sistem hukum yang relevan di Indonesia?
Kesatu, sistem hukum.
Sebelum membicarakan sistem hukum, perlu kita ketahui apa itu sistem. Sistem adalah perangkat unsur yang secara teratur saling berkaitan sehingga membentuk suatu totalitas. Sistem juga berarti susunan yg teratur dari pandangan, teori, asas, dsb. Sistem adalah metode[1]. Sistem hukum adalah kesatuan utuh dari tatanan yang terdiri dari bagian – bagian atau unsur – unsur yang satu sama lain saling berhubungan dan kait mengkait secara erat.[2] Dengan demikian, sistem hukum yang merupakan satu kesatuan yang utuh serta terdiri dari berbagai bagian atau unsur, saling terkait dan berhubungan dalam mencapai tujuan dari hukum itu sendiri yaitu kemanfaatan, keadilan dan kepastian.
Kedua, membangun sistem hukum yang relevan di Indonesia.
Ketika menulis dan mendiskusikan/membicarakan tentang sistem hukum yang mempengaruhi bekerjanya hukum dalam masyarakat, sebagian besar orang yang bergelut dalam bidang hukum sudah tentu mengacu dan mengutip pendapat dari seorang tokoh hukum, Lawrance M. Friedman yang mengemukakan tiga elemen hukum sebagai sistem[3] dalam mempengaruhi bekerjanya hukum dalam masyarakat antara lain:

  1. Subtansi Hukum (Legal Subtance)
  2. Struktur Hukum (Legal Stucture)
  3. Kultur/Budaya Hukum Masyarakat (Legal Culture)

Dengan demikian, jika proses penegakan hukum belum berjalan dengan baik atau sudah berjalan dengan baik maka yang menjadi barometer adalah tiga elemen hukum yang merupakan sistem yang telah dikemukakan diatas, apakah masing-masing belum terlaksana/terpenuhi dengan baik dan sebagaimana mestinya atau sudah terlaksana/terpenuhi.
Teori yang dikemukakan oleh Lawrance M. Friedman pada zamannya itu serta masih di gunakan sampai sekarang tidaklah salah, tetapi apakah hanya 3 sistem itu yang dapat mempengaruhi bekerjanya hukum dalam masyarakat agar lebih baik dan apakah cukup dengan 3 sistem itu maka dapat mempengaruhi proses penegakan hukum di Indonesia yang carut – marut ini? Saya kira jawabannya adalah TIDAK. Masih perlu penambahan sistem hukum yang lain dalam menunjang perbaikan hukum di negeri ini selain tiga sistem yang telah dikemukakan diatas. Untuk itu, Sistem Hukum yang lain[4], menurut Prof. Dr. Bagir Manan, S.H terdiri dari:
  1. Asas dan kaidah hukum 
  2. Penegakan hukum dalam proses peradilan 
  3. Penegakan hukum diluar proses peradilan
  4. Pelayanan hukum
  5. Bantuan Hukum
  6. Jasa Kenotariatan
  7. Informasi Hukum
  8. Manajemen Hukum
  9. Pendidikan Hukum
Selain itu, Sunaryati Hartono juga mengemukakan sistem hukum, antara lain:
  1. Norma Hukum
  2. Lembaga – lembaga Hukum
  3. Proses dan prosedur di Lembaga Hukum
  4. Sumber Daya Manusia
  5. Lembaga dan Sistem Pendidikan Hukum
  6. Sarana dan Prasarana
  7. Lembaga Pembangunan Hukum
  8. Anggaran Negara Untuk Pemeliharaan dan Pembangunan Hukum
  9. Nilai-nilai tentang kehidupan masyarakat
  10. Filsafat hukum
Dengan menerapkan/melaksanakan sistem hukum yang di kemukakan oleh Bagir Manan dan Sunaryati Hartono, selain  perlu perbaikan didalam 3 sistem hukum yang dikemukakan Lawrance M Friedman, saya yakin proses penegakan hukum dapat berjalan dengan baik dan mengalami peningkatan, masyarakat tidak lagi dilanda permasalahan hukum yang tidak jelas penyelesaiannya, tujuan hukum yaitu Keadilan, Kemanfaatan dan Kepastian hukum dapat benar – benar terwujud di Negara hukum, Negara Indonesia yang kita cintai ini.


*Tulisan ini saya buat sebagai persyaratan mengikuti Acara ROK Fakultas Hukum se Indonesia di Cisarua Bogor Jawa Barat.

[1] Kamus Bahasa Indonesia, Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional. Jakarta, 2008. hlm 1362
[2] M. Marwan & Jimly P, Kamus Hukum, Reality Publisher. Surabaya, 2009. Hlm 570
[3] I Nyoman Nurjana, PPT Bahan Kuliah Sosiologi Hukum Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas Brawijaya.
[4] Moh Fadli, PPT Bahan Kuliah Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas Brawijaya.

Rabu, 15 Mei 2013

KULIAH UMUM KEPALA STAF TNI ANGKATAN LAUT DI FH UB

Kamis 16 Mei 2013, Pukul 09.30 WIB bertempat di ruang Auditorium lantai 6 Fakultas Hukum Universitas Brawijaya Malang diadakan Kuliah Umum dengan tema: "Reaktualisasi dan Revitalisasi Strategi Pengamanan Wilayah Laut dalam Era Globalisasi" yang dibawakan oleh Kepala Staf TNI Angkatan Laut, Dr. Marsetio. Kami Mahasiswa Magister Ilmu Hukum dan Doktor Program Pascasarjana Fakultas Hukum UB diundang oleh Dekan untuk mengikuti kegiatan tersebut. Selain Kuliah Umum, diadakan juga penandatangan Kerjasama Universitas Brawijaya Malang dengan TNI Angkatan Laut. Rektor Universitas Brawijaya, Prof. Dr. Yogi menyambut baik Kuliah Umum ini dan adanya kerjasama tersebut. Dr Marsetio sebagai Kepala Staf TNI AL juga menyampaikan bahwa melalui kerjasama ini, kedepan TNI AL memberikan kesempatan seluasnya bagi Universitas Brawijaya, khususnya Mahasiswa yang ingin melakukan penelitian, praktek dan kuliah kerja nyata di lingkungan TNI AL. 


Dr Marsetio dalam pemaparannya beliau menyampaikan bahwa: " Reaktualisasi strategi pengamanan wilayah laut oleh TNI Angkatan Laut dilaksanakan melalui strategi pengamanan wilayah laut secara sinergis, efektif dan efisien antar instansi terkait, sejalan denagn paradigma dan tata kelola pemerintah yang baik (Good governance) dan pemerintahan yang bersih (Clean government) yang lebih  demokratis dan transparan sesuai aturan dan perundang-undangan yang berlaku. selanjutnya beliau menyampaikan bahwa Revitalisasi Strategi pengamanan wilayah laut oleh TNI AL lebih cenderung dititikberatkan pada pelaksanaan pengembangan dan pembangunan kemampuan TNI AL. Acara ini ditutup dengan penyerahan cinderamata dari Fakultas Hukum UB kepada TNI AL dan sebaliknya. Kemudian dilanjutkan dengan rama tamah dan makan siang seluruh peserta dan perwakilan Staf dan Anggota TNI AL yang ikut dalam Kuliah Umum tersebut.

Selasa, 14 Mei 2013

KEBERSAMAAN dan KEKELUARGAAN dalam PERJALANAN ILMIAH MADURA



Diawal perkuliahan semester 2 tahun 2013, di kelas Konsentrasi Hukum Tata Negara Program Pascasarjana Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Brawijaya, di sela-sela waktu perkuliahan perdana teori dan perancangan peraturan perundang-undangan, beliau menyampaikan jika perlu, adanya studi ekskursi dalam mata kuliah teori dan perancangan peraturan perundang-undangan.  Dialah Dr Jazim Hamidi, S.H., M.H dosen mata kuliah Teori dan Perancangan Perundang-Undangan yang memberikan motivasi bagi kami mahasiswanya untuk memperdalam mata kuliah ini bukan sebatas teori yang disampaikan di bangku kuliah, tetapi melalui pengamatan langsung di lapangan mengenai praktek perancangan peraturan perundangan – undangan di daerah.
            Ide yang baik ini, disambut baik pula oleh kami mahasiswanya. Tak menunggu lama, kami pun membentuk panitia studi ekskursi, merumuskan tujuan dan tema serta menyusun konsep acara studi ekskursi ini. Studi ekskursi ini kami rencanakan dilaksanakan di DPRD Kabupaten Bangkalan Madura dengan tema: “Optimalisasi Peran Balegda dalam mewujudkan Prolegda” Studi Ekskursi ini tujuannya adalah, pertama, peserta mengerti dan memahami proses penyusunan perancangan Program Legislasi Daerah (PROLEGDA). Kedua, peserta dapat mengetahui dan memahami secara langsung faktor-faktor yang menyebabkan BALEGDA belum dapat secara optimal menjalankan Program Legislasi Daerah (PROLEGDA). Ketiga, Peserta dapat berkontribusi untuk memikirkan solusi alternative penyelesaian faktor-faktor optimalisasi peran BALEGDA.
            Selain studi ekskursi di DPRD Bangkalan, kami juga mengagendakan untuk menjalin komunikasi dan silahturami dengan mahasiswa program magister ilmu hukum di Universitas Trunojoyo Bangkalan. Tanggal 11 April 2013, tibalah pada waktu pelaksanaan studi ekskursi. Mendahului sang fajar, subuh itu kurang lebih jam 02.30 – 03.00 WIB kami mulai mempersiapkan diri karena rencananya jam 04.00 WIB kami harus meninggalkan kota malang menuju bangkalan pulau Madura. Setelah berkumpul dan berkordinasi dengan semua peserta studi ekskursi, akhirnya kami berangkat pukul 04 lewat 20 menit.
            Dari kejauhan terlihat menara jembatan suromadu, yang menghubungkan pulau Jawa dan Madura, berdiri kokoh dan megah, menandakan pulau Madura semakin dekat. Tak lama lagi kami menginjakan kaki di kabupaten bangkalan, kabupaten yang terkenal dengan wisata kulinernya, nasi bebek sinjay dan wisata batik khas madura. Kami bersyukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas pertolongan dan penyertaannya kami boleh tiba di DPRD kabupaten bangkalan dan di sambut dengan baik oleh Pihak DPRD. Tepat pukul 10.00 WIB acara dimulai dengan diawali sambutan Ketua DPRD Kabupaten Bangkalan yang disampaikan oleh wakil ketua DPRD, Drs Munawwar Cholil, MBA mewakili ketua DPRD yang berhalangan hadir.
“Bapak Ibu Yang Terhormat. Menyambut acara kunjungan kerja pada hari ini kami mengucapkan SELAMAT DATANG Di Kabupaten Bangkalan, semoga melalui ajang kunjungan yang sedang berlangsung pada hari ini dapat mempererat tali silahturami, sekaligus menjadi media dalam meningkatkan wahana untuk membangun kesamaan persepsi guna menambah wawasan, referensi, dan meningkatkan peran serta kapasitas BALEGDA dalam kaitannya dengan pelaksanaan Prolegda. Oleh karena itu kami sangat mendukung dan menyambut baik atas kunjungan kerja rombongan mahasiswa magister ilmu hukum Universitas Brawijaya ke DPRD Kabupaten Bangkalan.”  Ujar wakil ketua DPRD.
            Kami sebagai peserta Studi Ekskursi tentu juga berterima kasih kepada DPRD Kabupaten Bangkalan yang menerima kami dengan baik, memberikan kesempatan bagi kami untuk bertukar informasi mengenai peran Fungsi Balegda di DPRD Kabupaten Bangkalan. Sebab melalui moment inilah kita secara bersama-sama bisa saling berbagi. Mahasiswa dan dosen bisa berbagi ilmunya dari kampus, anggota DPRD bisa berbagi pengalamannya dan realita yang terjadi selama melaksanakan tugas sebagai wakil rakyat dengan secara umum 3 tugas yaitu tugas legislasi, penganggaran dan pengawasan.
            Sesudah Opening Ceremony acara dilanjutkan dengan diskusi panel dengan menghadirkan 2 narasumber. Dr Jazim Hamidi, S.H., M.H sebagai akademisi yang ahli di bidang Hukum Tata Negara sekaligus dosen pendamping dalam studi ekskursi ini menyampaikan materinya dengan topik: Optimalisasi Peran Balegda dalam penyusunan prolegda. Beliau menyampaikan bahwa untuk mewujudkan peraturan daerah yang baik maka hal-hal yang penting dan harus diperhatikan dengan baik dalam pembentukan RAPERDA adalah Politik Hukum/Perundang-Undangan, Proses pembentukan meliputi: tahap pra legislasi, tahap legislasi dan tahap pasca legislasi, selanjutnya materi muatan dan asas hukum serta sebuah RAPERDA tersebut harus menjawab kebutuhan masyarakat/menyelesaikan masalah dan berbasis penelitian. Kemudian untuk mengoptimalisasi peran BALEGDA di DPRD dalam mewujudkan PROLEGDA, maka ada 7 hal yang beliau kemukakan, antara lain: penguatan sumber daya BALEGDA, prolegda berbasis penelitian (research), prolegda sub sistem dari prolegnas, pengadaan tenaga ahli, dukungan dana (anggaran resmi), penguatan partisipasi masyarakat dan e-parliament. Narasumber dari Pihak DPRD, H. Humron Maulana M, S.H.I sebagai ketua BALEGDA menyampaikan tentang proses pembentukan PERDA di DPRD Bangkalan yang sampai saat ini masih belum secara optimal serta peran BALEGDA yang masih lemah/bahkan kurang dalam mewujudkan Prolegda karena berbagai faktor, diantaranya kurangnya dukungan dana dan tenaga ahli yang mumpuni dalam mendukung BALEGDA sebagai posisi sentral di DPRD dalam merumuskan PROLEGDA.
            Terasa tak lengkap jika mengunjungi suatu daerah, tidak mengunjungi dan mendatangi icon atau menyaksikan hal yang unik dan khas dari daerah yang dikunjungi. Karena Negara kita kaya akan potensi sumber daya alamnya, potensi wisatanya, serta keanekaragaman budayanya, dll. Maka, setelah selesai kegiatan studi ekskursi di DPRD Bangkalan, segera kami menuju pusat oleh-oleh khas Madura, batik tulis dan jajanan khas Madura kami datangi. Selesai mengunjungi pusat oleh-oleh, agenda terakhir kami dalam studi ekskursi ini yaitu silahturami dengan mahasiswa S2 Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Trunojoyo sekaligus mengikuti kuliah umum bersama yang dibawakan Dr. Jazim Hamidi, S.H., M.H. 

Secara pribadi, saya sangat senang dan bangga atas pelaksanaan studi ekskursi ini karena banyak ilmu yang didapat, banyak moment kebersamaan yang mengakrabkan dilewati dan dinikmati bersama. Kebersamaan dan rasa kekeluargaan pun menjadi bagian dalam perjalanan ilmiah kita. Semoga kebersamaan ini terus berlanjut sampai kapanpun.